Entri Yang Teungoeh Populer

Jumat, 12 November 2010

PERANG LEBANON 2006



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konflik Israel-Lebanon 2006 adalah serangkaian tindakan militer dan bentrokan terus-menerus di Israel utara dan Lebanon yang melibatkan sayap bersenjata Hizbullah dan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF).
Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah menyusup ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel dibunuh, dua luka-luka, dan dua diculik[1]. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang[2]. Israel kemudian membalas dengan Operasi Just Reward ("Balasan yang Adil"), yang lalu namanya diubah menjadi Operasi Change of Direction ("Perubahan Arah"). Serangan balasan ini meliputi tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pengeboman oleh Angkatan Udara Israel (IAF), blokade Udara dan Laut serta beberapa serangan kecil ke dalam wilayah Lebanon selatan oleh tentara darat IDF.[rujukan?]
Seorang warganegara Indonesia yang bekerja sebagai TKI, Siti Maemunah binti Muhtar Bisri, dilaporkan tewas di Lebanon akibat rudal yang diluncurkan Israel pada 11 Juli. [3]
Alasan serangan Israel
Israel menyerang Lebanon dengan menggunakan alasan penawanan 2 tentara Israel oleh Hizbullah dalam suatu serangan lintas perbatasan. Hizbullah berencana untuk menggunakan penawanan ini untuk melakukan pertukaran tawanan untuk membebaskan warga Libanon dan Palestina yang ditahan Israel [4]. Israel membalasnya dengan menyerang Lebanon bertubi-tubi. Serangan besar Israel ini mengagetkan Hizbullah, yang sebelumnya memperkirakan Israel akan membalasnya dengan operasi komando untuk balas menculik anggota Hizbullah, seperti yang sebelumnya pernah dilakukan. Menurut wartawan pemenang Pulitzer, Seymour Hersh[5], Israel telah lama mempersiapkan serangan ini atas restu AS, sebagai penjajakan untuk serangan berikutnya ke Iran[6][7]. Hizbullah membalas kembali dengan meluncurkan roket-roket ke kawasan utara Israel.
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert berkata serangan akan dihentikan jika Hizbullah membebaskan 2 tentara Israel. Hizbullah hendaklah menghentikan serangan roket dan pemerintahan Lebanon melaksanakan Ketetapan Majelis Umum PBB 1559, yaitu perlucutan senjata oleh Hizbullah. Israel menuduh Hizbullah telah melancarkan 130 roket dalam waktu 48 jam menyebabkan belasan warga tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Serangan roket Hizbullah ini dilakukan setelah serangan bom Israel ke Libanon.
Perdana Menteri Lebanon Fuad Siniora mengatakan Israel harus mengembalikan wilayah Sheeba Farms kepada Libanon sebelum melakukan pelucutan senjata Hizbullah, mengingat penyebab adanya Hizbullah adalah untuk membebaskan Libanon dari pendudukan Israel. [8]
Hizbullah merupakan merupakan organisasi Islam Syiah. Ada yang pro-Suriah dan pro-Iran. Hizbullah mempunyai perwakilan di Parlemen Lebanon dan ada yang menjadi menteri Lebanon.
Misi Pembebasan Anggota
Pada 28 Juni 2006, tiga kelompok milisi mengklaim telah menculik Kopral Gilad Shalit berusia 19 tahun untuk mendesak pemerintah Israel melepaskan seribu orang tahanan. Ketiga kelompok perlawanan itu meminta Israel segera menghentikan agresi militernya di wilayah Palestina. Israel yang sejak awal menolak berkompromi melancarkan serangan ke sejumlah kamp milik Fatah dan Hamas. Termasuk beberapa lokasi yang ditengarai pontensial untuk melarikan sang kopral dari tempat penyekapannya di selatan Gaza. Militer menembus masuk satu jam setelah Kabinet Israel memerintahkan angkatan perangnya memperluas wilayah operasi hingga ke Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk menghentikan serangan Hamas dan menyelamatkan sang kopral.
Dalam tujuh malam berturut-turut sejak penculikan tentaranya, Jalur Gaza digempur serangan udara. Israel bersumpah akan meningkatkan aksi militer untuk membebaskan anggotanya. Israel mengancam akan menghabisi para pemimpin Hamasa yang berbasis di Damaskus. Desakan terhadap Suriah untuk bertanggung jawab atas perlindungan militan dilontarkan pada 5 Juli 2006. Dengan sejumlah bala tentara yang masih beroperasi di Jalur Gaza, Israel melebarkan ancamannya terhadap Suriah.
Krisis Timur Tengah semakin memanas setelah sejumlah kelompok militan, termasuk sayap militer Hamas memberi tenggat Selasa (4 Juli 2006) pukul 6 pagi agar Israel membebaskan 1500 orang tahanan Palestina dalam waktu kurang dari 24 jam. Dalam sebuah pernyataan di situs internet, Senin (3 Juli 2006), pejuang Palestina berujar, "Kami memberi waktu kepada para Zionis hingga pukul 06.00 besok pagi, Selasa (4 Juli). Jika musuh tidak merespons tuntutan kemanusiaan sebagai syarat pembebasan tentara seperti yang kami sebutkan dalam selebaran sebelumnya..., kami akan mempertimbangkan untuk mengakhiri kasus itu. Selanjutnya, musuh harus menanggung seluruh akibatnya."
Pejuang Palestina tidak menyinggung akibat apa saja yang harus dipikul Israel jika tidak membebaskan tahanan Palestina. Namun, sejumlah pihak berspekulasi bahwa Shalit akan dieksekusi. Sampai batas waktu yang telah ditentukan, pihak Israel tidak memenuhi tuntutan pembebasan tahanan Palestina tersebut. Di pihak lain, Palestina juga tidak memberikan informasi sedikitpun mengenai kondisi tahanannya apakah sudah meninggal atau masih hidup. "Israel tidak akan mengalah kepada musuh," kata anggota kabinet Israel Roni Bar-On kepada Radio Israel.
Pertempuran sengit terjadi antara Hezbollah dan pasukan Israel di perbatasan Israel-Lebanon sejak 12 Juli 2006 pagi. Pertempuran tersebut pecah setelah kelompok Hezbollah mengklaim menahan dua orang tentara Israel dekat perbatasan Lebanon-Israel. Penangkapan itu diumumkan Hezbollah melalui Al-Manar. Hilangnya dua tentara diakui Kementrian Pertahanan Israel. Pada tahun 2000, Hezbollah juga pernah menahan tiga tentara Israel dan tewas selama operasi. Mayat ketiganya kemudian ditukar dengan sejumlah tahanan Lebanon.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengirim utusan khusus ke Suriah untuk menemui Presiden Suriah Bashar Assad dan menyampaikan keinginan Turki untuk ikut menjadi mediator penyelesaian krisis.
Petikan
Ehud Olmert mengatakan: "Saya perintahkan melanjutkan operasi menyerang teroris terhadap mereka yang melindunginya."
Peristiwa-peristiwa penting
• 13 Juli - Israel mengebom satu-satunya bandar udara internasional di Lebanon, Bandara Internasional Rafik Hariri dan juga sebuah stasiun televisi.
• 15 Juli - PM Lebanon Fouad Siniora menyerukan diadakannya gencatan senjata di bawah pengawasan PBB, sementara pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kawasan Beirut tengah. Sebagai balasan, roket-roket Hizbullah menghujani Israel. Sebuah kapal perang Israel dirusakkan oleh serangan Hizbullah.
• 18 Juli - Sekjen PBB, Kofi Annan menyerukan dibentuknya sebuah pasukan internasional di Lebanon untuk mengakhiri krisis.
• 25 Juli - Serangan udara Israel terhadap pos PBB di Khiam, Lebanon Selatan menewaskan 4 pengamat keamanan PBB. Dua hari kemudian, Dewan Keamanan PBB gagal mencapai kesepakatan untuk mengutuk tindakan Israel, karena Amerika Serikat memveto setiap upaya yang mengkritik Israel atas serangannya terhadap Lebanon.
• 30 Juli - (1.30 pagi waktu setempat) Israel menyerang gedung tempat pengungsi berlindung di kota Qana, Lebanon, menewaskan sedikitnya 28 orang[9], sebagian besar di antaranya masih anak-anak. Lebih dari 600 warga sipil Lebanon telah tewas akibat serangan Israel dalam 18 hari terakhir.
• 30 Juli - Israel setuju untuk menghentikan serangan udara selama 48 jam di Lebanon Selatan. Sebagian besar serangan udara Israel dihentikan. Hizbullah juga mengurangi dengan drastis jumlah roket yang mereka luncurkan.[10]
• 1 Agustus - Israel melanjutkan serangan udaranya. Militer Israel memutuskan untuk mengembangkan serangan hingga Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Israel.
• 11 Agustus - Dewan Keamanan PBB menyetujui Resolusi 1701 untuk mengakhiri konflik ini.
• 13 Agustus - Kabinet Israel mengesahkan gencatan senjata dengan 24 suara mendukung, tidak ada yang menentang, dan 1 suara abstain.
Sumber
1. ^ (en) Timeline of the 2006 Lebanon War (English Wikipedia)
2. ^ (en) Asia times: It's war by any other name
3. ^ (id) Akibat rudal Israel: Seorang TKI Tewas di Lebanon
4. ^ (en) Hezbollah surprised by onslaught
5. ^ (en) New Yorker: WATCHING LEBANON Washington’s interests in Israel’s war.
6. ^ (id) AS Terlibat dalam Perencanaan Operasi Israel di Lebanon
7. ^ (en) Bush 'helped Israeli attack on Lebanon'
8. ^ (en) Lebanon to Israel: Return Shebaa Farms
9. ^ (en) "Qana death toll revised to 28: Lebanese hospital officials", Zee News
10. ^ (en) "Israel to expand ground offensive", The Age, 1 Agustus 2006

KONFLIK ISRAEL DAN LIBANON SERTA KETERLIBATAN HIZBULLAH



Sejarah Konflik di Libanon-Bagian Pertama
Dari Maronites hingga Konstitusi 1926
Junito Drias
LibanonUtusan khusus kemanusiaan PBB menyebut konflik di Libanon tahun 2006 sebagai bencana kemanusiaan. Tapi ini bukan kali pertama negara di Timur Tengah itu diguncang konflik. Sebaliknya wilayah ini sudah berkali-kali diamuk kekerasan. Sejarah daerah ini dimulai dari masuknya kelompok militer suku Mardaïtes yang mendiami bagian utara bersama-sama penduduk asli.
Abad ketujuh kelompok Kristen Maronites masuk wilayah tersebut setelah meninggalkan kampung halamannya di Suriah Utara karena mengalami aniaya. Mereka kemudian juga tinggal di utara bersama-sama Mardaïtes dan penduduk lokal, serta membangun gereja Maronite pertama. Secara perlahan-lahan mereka menerima bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari, sedangkan bahasa Suriah, bahasa asli mereka hanya dikhususkan untuk kegiatan ibadah.
Maronites dan Druze

Sementara itu suku-suku Arab masuk ke Libanon Selatan setelah Suriah berhasil dikuasai Islam. Mereka ini menyatu dengan warga lokal dan pada abad ke 11 beralih ke kepercayaan Druze, sebuah sekte yang tak diakui dari Islam Syiah. Libanon Selatan menjadi pusat kegiatan sekte ini. Selain itu Islam Syiah lainnya menduduki utara dan selatan gunung serta lembah Al-Biqa. Berkembangnya Maronites di utara, dan Druze serta Islam Syiah di selatan pada akhirnya nanti menjadi benih masalah kekuasaan.
Akhir abad ke 11 Libanon sempat menjadi bagian dari Kristen di bawah kelompok yang melancarkan perang salib. Maronites bahkan turut menerima supremasi Vatikan namun tetap mempertahankan liturginya sendiri. Libanon sebagai kantong Salibis akhirnya jatuh ke tangan Muslim setelah Sultan Saladin berhasil merebut Beirut pada tahun 1187. Libanon kemudian masuk dalam kekuasaan Mamluk(negara budak) dari Mesir dan Suriah.
Imperium Ottoman

Pada sekitar tahun 1516 Libanon jatuh ke dalam tangan imperium Ottoman. Pada masa ini terjadi reformasi besar-besaran. Kelompok Syiah yang ada di utara dipaksa untuk kembali ke selatan, dan di sana mengembangkan kekuatannya. Kemudian Druze dipindah ke Selatan Suriah, sementara Maronitse masuk ke wilayah selatan tinggal di antara Druze. Pada masa-masa ini perekonomian Libanon mulai bangkit dan menjadi makmur. Perdagangan dengan Eropa dikembangkan terutama perdagangan sutera. Pada saat bersamaan pengaruh politik Perancis juga makin kuat di kelompok Maronites.
Perkembangan ini mendorong pertumbuhan cepat kalangan Kristen hingga mulai mendiami wilayah-wilayah di selatan. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang memilih keluar Libanon mendiami Amerika dan Mesir. Katolik Perancis dan Protestan Amerika berlomba-lomba membuat sekolah-sekolah Kristen. Salah satunya adalah Kolese Suriah Protestan, yang kini dikenal dengan nama Universitas Amerika di Beirut. Menguatnya Kristen membuat cemas Druze. Apalagi putri mahkota Shihab yang saat itu berkuasa makin condong ke arah Maronites.
Penguasa Druze, Bashir II kemudian mencoba untuk melemahkan Maronites dengan berkolaborasi bersama Ibrahim Pasha penguasa tentara Mesir yang menduduki Libanon. Namun ini gagal setelah panglima Mesir tersebut dijatuhkan Anglo-Ottoman. Masa-masa setelah kejatuhan ini diwarnai ketegangan antar pihak. Druze ingin mempertahankan kejayaan tradisionalnya. Sementara Ottoman ingin tradisi kekuasaan ini distop sehingga ia bisa menggolkan kekuasaanya. Sementara Perancis mendukung Maronites dan Inggris mendukung Druze.


Pembagian kekuasaan

Konflik berpuncak pada pembantaian Maronites oleh Druze pada tahun 1860. Ini kemudian memancing campur tangan Perancis atas nama Kristen dan berakhir dengan pola pembagian daerah kekuasaan yang berlangsung hingga perang dunia pertama. Usai perang Libanon berada di bawah kekuasaan pasukan sekutu, khususnya di bawah militer Perancis. Tahun 1923 Liga Bangsa Bangsa(kini bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa) secara resmi menyerahkan mandat penguasaan Libanon dan Suriah kepada Perancis. Kristen Maronite tentu saja menyambut gembira keputusan tersebut.
Perang dan berkembang pesatnya penduduk Kristen membuat perubahan atas keseimbangan jumlah penduduk. Pembagian komunitas tidak lagi didasarkan atas Maronite, Druze, Syiah dan Sunni, melainkan Kristen dan Islam. Satu hal yang membuat sama adalah sebagain besar dari mereka tidak menginginkan pendudukan Perancis, tapi juga tidak mau berdiri sendiri. Mereka ingin pembentukan Suriah Raya atau Arab. Untuk meredakan ketegangan tersebut disepakati Konstitusi 1926 yang mengatur pemerintahan yang merata. Yaitu presiden republik berasal dari Maronite, perdana menteri dari Sunni dan ketua parlemen dari Syiah.
Merdeka
Untuk beberapa saat lamanya pemerintahan Libanon berjalan normal. Namun krisis ekonomi dan melemahnya perdagangan sutra kemudian ditambah lagi dengan krisis politik menjelang perang dunia kedua membuat suara-suara menuntut kemerdekaan Libanon makin nyaring. Menyusul kejatuhan Perancis di tahun 1940, kelompok pembebasan menyatakan kemerdekaan Libanon. Ini terjadi pada tanggal 26 November 1941. Kendati begitu pernyataan tersebut tidak diakui, bahkan tentara Inggris dan Perancis bercokol penuh di negara tepi Laut Mediterania tersebut.
Tahun 1943 Libanon menyelenggarakan pemilu yang membuahkan kemenangan kelompok nasionalis. Kemenangan penuh kelompok nasionalis ini terjadi pada akhir tahun 1946 saat pasukan pendudukan Inggris dan Perancis meninggalkan Libanon. Dengan penarikan ini Libanon resmi merasakan kemerdekaan dan masuk dalam angota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Arab. Namun ini bukan berarti akhir dari masalah. Libanon kerepotan menjaga keseimbangan kekuasaan antara Islam dan Kristen di tubuh pemerintah. Belum lagi penguasa yang punya kepentingan lain.
Kudeta

Partai Nasionalis Sosial Suriah di Libanon, setelah mendapat inspirasi kudeta di Suriah, mencoba menggulingkan rejim Khuri yang korup saat itu. Upaya tersebut gagal, dan para pemimpin partai ditembak mati. Tahun 1951 dalam sebuah aksi pembalasan, Perdana Menteri Khuri ditembak mati. Camille Chamoun ditunjuk oleh parlemen untuk mengisi kursi presiden. Nasib pemerintahan tak jauh berbeda terlebih ketika Chamoun enggan memutuskan hubungan dengan Inggris dan Perancis yang masa itu menyerbu Mesir.
Keengganan menolong Mesir yang saat itu di bawah pimpinan nasionalis Arab Gamal Abdel Nasser, membuat isu ini bergeser menjadi Barat dan Islam. Kelompok Muslim mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah, bahkan mempersenjatai diri. Jenderal Chehab, panglima anggkatan bersenjata waktu itu menolak menyerang kelompok Islam bersenjata ini karena cemas konflik akan berakhir antara Islam lawan Kristen. Rejim pro Barat ini pun pada akhirnya dikudeta dan Chamoun meminta bantuan Amerika Serikat. Walaupun tak sanggup menolong posisi Chamoun, kehadiran pasukan AS membuat perlawanan Muslim lambat laun menghilang.
Dibalik ketenangan

Jenderal Chehab yang menolak menyerang Muslim akhirnya menjadi presiden baru dan Rashid Karimi menjadi perdana menteri baru. Di bawah kepimpinannya Libanon menikmati masa tenang. Sekalipun begitu di balik itu semua mengendap bom waktu yang nantinya meledak dalam perang saudara berdarah. Yang paling menyolok adalah bangunan politik Libanon yang harus senantiasa memperhatikan keseimbangan kelompok. Kemudian perkembangan ekonomi di kota mendorong urbanisasi besar-besaran di Beirut. Sialnya urbanisasi ini tidak diimbangi dengan pencampuran penduduk, tapi justru sebaliknya pengotakan antara Islam dan Kristen.
Selain itu, karena Kristen lebih dulu ada di kota, maka secara ekonomi mereka lebih baik. Berbeda dengan saudaranya kaum Muslim yang tinggal di pedesaan atau pinggiran yang miskin. Ini memancing kecemburuan. Belum lagi ada perasaan di Suriah bahwa keputusan Perancis memisahkan Libanon dari Suriah adalah tidak tepat. Kemudian suara-suara sumbang yang mempertanyakan mengapa Libanon tidak ikut dalam perang Arab-Israel. Banyak dugaan timbul bahwa ini tidak lepas dari sikap saling mengerti antara Libanon dan Israel.
Namun faktor yang paling menentukan meledaknya perang saudara adalah fakta banyaknya warga Palestina di Libanon. Menyusul konflik di Israel dan operasi Yordania yang menyapu militan Palestina di tahun 1970, maka banyak warga Palestina memilih Libanon sebagai tempat pengungsian. Pada tahun 1973 jumlah perbandingan orang Palestina dan orang Libanon jadi 1:10. Warga Palestina ini menemukan kesamaan dengan warga Islam Libanon. Mereka sama-sama miskin, “terlantar” dan kebanyakan beragama Islam. Ini membuat kedua kelompok tersebut mudah melebur dan saling membantu satu sama lain. Pada masa-masa ini, di tahun 1964, wartawan Charles Hélou menggantikan Chehab sebagai presiden.

Mulai bentrok

Di penghujung karir Hélou sebagai presiden, beberapa faksi dari organisasi pembebasan Palestina PLO mulai bentrok terbuka dnegan tentara Libanon. Untuk mengatasi masalah ini dibuat perjanjian di Kairo tanggal 3 November 1969 yang berisi kesepakatan bahwa pemerintah Libanon memberikan kekebasan bagi Palestina untuk mendirikan kamp pengungsi dan mendirikan kantong-kantong di sepanjang perbatasan selatan dengan Israel. Sebagai timbal balik PLO janji tidak mencampuri urusan dalam negeri Libanon.
Kesepakatan itu sulit diterima oleh banyak orang Palestina dan kalangan kiri Libanon. Aksi-aksi Palestina terhadap Israel Utara yang tak mampu dicegah pemerintah Beirut akhirnya membuahkan serangan balik Israel. Ini langsung dimanfaatkan oleh kubu Kristen Kanan, yang punya dendam sejarah dengan kelompok selatan, untuk turut menghabisi Palestina yang saat itu sudah melebur dengan kaum Muslim Libanon. Pada masa krisis ini, tepatnya tanggal 17 Agustus 1970, Suleiman Franjieh dipilih jadi presiden.
Gagal
Franjieh gagal memutuskan dua masalah penting saat itu. Yaitu apakah kelompok Syiah dan Islam lainnya diberikan kewenangan lebih dalam pemerintahan Libanon. Mengingat kelompok ini secara jumlah sudah lebih banyak dari Kristen. Kemudian yang kedua adalah apakah Libanon harus mendukung PLO. Libanon belum melupakan kegagalan politiknya saat tidak memihak dalam perang Arab-Israel. Ketakberpihakan itu justru dipandang sebagai politik mendukung Israel.
Berlarut-larutnya situasi membuat kelompok Gerakan Nasional Muslim Libanon yang dipimpin Kamal Jumblatt gerah dan mendesak dilakukan reformasi politik serta menyatakan dukungan kepada pejuang Palestina. Gerakan ini langsung mendapat dukungan luas dari kelompok Islam. Sementara itu Maronite Kristen ingin mempertahankan konsep pemerataan kekuasaan, yang secara tidak langsung memberikan kewenangan politik bagi kubu mereka. Karena itu mereka juga mengambil tindakan terhadap kelompok kiri Libanon dan PLO, yang menurut pandangan Maronite merupakan ancaman terhadap kesatuan Libanon.
Perang saudara
April 1975 menjadi saksi perang saudara paling berdarah yang pernah ada di Libanon. Pemerintahan lumpuh, sarana pra sarana hancur, dan korban jiwa secara cepat bertambah. Pada awal 1976 posisi Kristen kian terjepit dan Islam kelihatannya bakal menang. Dengan kata lain kalau ini terjadi maka Libanon menjadi kiri dan pro PLO. Apapun itu hasilnya, bagi Suriah negara tetangga Libanon, keadaan ini bakal memancing Israel campur tangan besar-besaran. Dan kalau terjadi maka itu sama sekali tidak menguntungkan Suriah.
Keadaan itu membuat Suriah melakukan manuver politik untuk mendukung kelompok Kristen Libanon. Sesuatu hal yang sulit dibayangkan, terutama karena posisi tersebut menjadikan Suriah bersekutu dengan Israel untuk membantu Kristen Libanon. Padahal Suriah dan Israel bermusuhan satu sama lain secara politik. Bahkan pada saat itu pun kondisi permusuhan tetap dipertahankan kendati bersekutu untuk mencegah kemenangan kelompok kiri dan PLO. Dukungan ini membuat kubu Kristen mulai meraih kemenangan atas perang saudara.
Perseteruan ini berujung dengan pembagian wilayah. Sebelah utara, termasuk Beirut utara, di bawah pemerintahan Kristen, sementara sebelah selatan di bawah pemerintahan Druze-Muslim-Palestina. Pada Oktober 1976 Liga Arab mengirim pasukan perdamaian untuk menjaga agar kedua pihak tidak saling menyerang. Ini berjalan baik dan berangsur-angsur kekerasan mulai berhenti. Akan tetapi permasalahan sesungguhnya belum berhasil diselesaikan.
Walaupun kontak kekerasan antar dua kelompok reda, tidak demikian dengan konflik antar sesama kelompok. Ini terjadi pada kelompok Islam, namun tidak pada Kristen. Partai Kristen Phalangist justru sukses membuat koalisi sehingga pemerintahannya menjadi kanan. Ini mencemaskan Suriah, sehingga ia yang tadinya mendukung kelompok Kristen, justru balik mendukung kelompok Muslim.
Perang dan kebabngkitan Hisbullah

Di saat bersamaan Palestina di perbatasan masih saja melakukan kekerasan terhadap Israel yang berujung dengan masuknya Israel kembali ke Libanon pada tanggal 14-15 maret 1978. Targetnya adalah menghancurkan kantong-kantong Palestina di perbatasan. Kekerasan baru tersebut menjadikan Libanon Selatan kembali membara. Akan tetapi di masa yang sama, rentang waktu 1975 sampai 1982, ekonomi Libanon mulai bangkit bersamaan meningkatnya ekspor minyak. Di luar itu Libanon tetap menjadi daerah yang porak poranda akibat perang.
Situasi politik pasca perang saudara lebih runyam ketimbang sebelumnya. Suriah kebingungan untuk menarik diri dari Libanon, mengingat ketidakstabilan wilayah, sementara Israel tidak merasa punya tanggung jawab politik sehingga mereka mudah saja menarik diri. Palestina banyak menderita kekalahan, ini menyimpan bom waktu pembalasan kembali, dan tentu saja hal tersbeut juga bisa memancing campur tangan ulang Israel. Di sisi lain kelompok Kristen akan terus berhutang pada Israel karena bantuannya. Dan situasi yang tidak kalah runyam adalah bangkitnya Pan-Arabisme sebagai jawaban atas perang yang berkepanjangan.
Aksi-aksi Palestina di perbatasan pada akhirnya kembali mendorong Israel melakukan operasi milter. 17 Juli 1981 angkatan bersenjata Israel membombardir markas PLO yang mengakibatkan 300 orang tewas. Ini disambung dengan invasi Israel ke Libanon Selatan pada tanggal 6 Juni 1982. Dalam kesempatan sama pemimpin Israel menyatakan akan memusnahkan PLO serta membentuk pemerintah Libanon yang bisa menciptakan suasana damai dengan Israel. Invasi berjalan mulus dan pasukan Suriah kalah.
Atas pengawasan internasional para pemimpin PLO meninggalkan Beirut, kemudian pergi ke beberapa negara Arab. Sementara tentara PLO bertahan di Utara Libanon dan lembah Al-Biqa. Pada masa ini pula muncul gerakan bersenjata baru yang dinamakan Hisbullah. Gerakan ini terinspirasi revolusi Islam Iran tahun 1979 dan terpicu oleh invasi Israel tahun 1982. Hisbullah yang anggotanya mayoritas Syiah bertujuan mengusir Israel dari Libanon dan membentuk negara Islam di sana.
Peran Suriah

Pada 17 Mei 1983 Israel dan Libanon hampir mencapai kesepakatan damai di mana termasuk penarikan mundur pasukan Israel, membuat zona keamanan di perbatasan Selatan Libanon dan membangun hubungan bilateral. Kesepakatan ini tidak banyak mendapat dukungan dari kelompok Muslim. Namun Israel tetap menarik pasukannya hingga tahun 1985 hampir seluruh pasukan tidak lagi ada di Libanon. Kekosongan ini kembali membuat Suriah sebagai negara yang bertanggung jawab atas Libanon. Suriah kemudian berusaha membuat pola kekuasaan baru yang ditolak presiden Gemayel saat itu.
Ketika jabatan Gemayel berakhir parlemen Libanon tidak bisa menyetujui presiden baru. Namun Gemayel tidak peduli dan menunjuk Jenderal Michel Aoun sebagai perdana menteri. Saat bersamaan, lawannya, Salim al-Hoss menyatakan diri sebagai perdana menteri. Jadi Libanon tidak memiliki presiden, tapi dua perdana menteri. Maret 1989 Aoun melancarkan apa yang disebut dengan perang kemerdekaan terhadap Suriah namun gagal. Pada tanggal 22 Oktober mayoritas parlemen Libanon yang terpilih dalam pemilu terakhir bertemu di Arab Saudi dan menyetujui pola pemerintahan kompromistis. Artinya baik Kristen dan Islam mempunyai kekuatan berimbang dalam pemerintahan.
Perang dari tahun 1975 sampai 1990 mengakibatkan 150 ribu warga Libanon tewas, seperempat warganya mengungsi, dan ratusan ribu lainnya mengalami pemindahan paksa. Pasca 1990 Libanon mulai berbenah sembari para pihak yang bertikai menahan diri sesuai kesepakatan pemerataan kekuasaan. Perdana Menteri Rafiq al-Hariri sukses menggiatkan ekonomi dan membuat Beirut kembali dikunjungi wisatawan. Masa-masa kepulihan Libanon ini mengingatkan orang akan istilah tempo dulu yang menyebut Beirut sebagai Parisnya Timur Tengah.
Resolusi 1559

Dewan Keamanan PBB pada tahun 2004 mengeluarkan resolusi 1559 yang menegaskan kedaulatan penuh Libanon tanpa campur tangan asing. Resolusi meminta penarikan penuh pasukan asing dan pelucutan semua milisi bersenjata. Tapi di lapangan resolusi ini seperti tidak banyak berbicara. Pasukan Suriah tetap ada di sana dan demikian pula milisi bersenjata tetap aktif terutama Hisbullah. Mereka kerap meluncurkan roket ke arah Israel Utara. Hisbullah menyatakan sebagai kelompok yang mendukung Palestina, oleh karenanya aksi-aksi Hisbullah kerap berkaitan dengan konflik Israel-Palestina. Selepas tahun 2000 Hisbullah juga bergerak sebagai partai politik dan mempunyai pengaruh kuat atas pemerintahan Libanon.
Awal tahun 2005 Hariri yang sudah tidak menjabat lagi dibunuh lewat serangan teror bom. Persitiwa tersebut memicu gelombang unjuk rasa besar-besaran menentang Suriah dan meminta penarikan penuh pasukan Suriah dari Libanon. Suriah dalam laporan PBB diduga sebagai pihak dibelakang aksi teror bom tersebut. Unjuk rasa menentang Suriah diimbangi oleh kelompok Muslim terutama dimotori oleh Hisbullah, yang sebaliknya justru meminta Suriah tetap hadir. Kendati begitu Suriah akhirnya menarik seluruh pasukan pada pertengahan 2005.
Walaupun situasi jauh lebih baik, Libanon sebenarnya tetap rawan. Mengingat isu awalnya yaitu pemerataan kekuasaan antara Islam dan Kristen, kemudian aktifnya sayap bersenjata dari Hisbullah di Libanon Selatan, serta konflik Israel-Palestina, belum juga terselesaikan. 12 Juli 2006 milisi bersenjata Hisbullah menyerang militer Israel. Delapan tentara Israel tewas dan dua lagi diculik. Hisbullah nampaknya melakukan aksi ini tidak lepas dari peristiwa kekerasan antara Israel-Palestina menyusul penculikan terhadap tentara Israel oleh Hamas di Jalur Gaza.
Aksi militer Hisbullah oleh Israel disebut sebagai pernyataan perang. Dan seperti mengulang sejarah panjang konflik di Libanon, Israel kembali mengerahkan mesin perangnya menyerang kota-kota di Libanon. Walaupun pemerintah di Beirut sudah mengatakan aksi kekerasan Hisbullah bukanlah tanggung jawab Libanon. Hisbullah sendiri menuntut pertukaran tahanan sebagai syarat pembebasan tentara Israel. Namun Israel menolak tuntutan itu dan meminta pembebasan tanpa syarat serta pelucutan Hisbullah.
Konflik Israel-Palestina dan Israel-Libanon tahun 2006 mencemasi banyak orang akan perang berdarah-darah di kawasan itu. Dalam dua pekan pertama konflik, jumlah korban sipil tewas sudah menanjak hingga ratusan. Padahal trauma perang di Beirut belumlah sirna. Pembangunan serta ekonomi yang sudah berjalan dan kembalinya wisatawan ke Libanon, seakan tidak dipandang sebagai barang suci yang harus dipertahankan. Kini warga Libanon harus kembali hidup dalam cekaman kengerian perang.

Radio Nederlhand Worlwide.

ASAL MULA TERORISME



Teroris yang Sesungguhnya
OPINI Zonjonggol



1 dari 1 Kompasianer menilai Provokatif. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa pemerintahan Bush telah memanfaatkan sikap ekstrim Al-Qaeda sehingga terjadi peristiwa 11 September.

Pemerintahan Bush telah mengetahui rencana aksi Al-Qaeda. Namun pemerintahan Bush bukan hanya tidak melakukan pencegahan, bahkan ada kemungkinan mereka memasang bom di gedung kembar WTC sehingga kehancuran sepasang gedung tersebut lebih dramatis (informasi terkait mengenai fakta-fakta gelap peristiwa 11 September, dapat dibaca dalam majalah Eramuslim Digest edisi 2, The Dark Side of 911).

Berbekal “fitnah” tragedi 11 September lah, sesungguhnya sebagai alasan pemimpin Amerika untuk melakukan tindakan teroris sesungguhnya dengan menyerang Irak, Afghanistan dan negara lain yang “diduga” sebagai tempat persembunyian Al-Qaeda. Semua penyerangan dilakukan dengan dalih perang melawan terorisme.

Seperti yang kita dapat duga, lembaga dunia seperti PBB tidak dapat berbuat banyak bagi tindakan teroris yang dipimpin Amerika karena adanya ketidak adilan dalam pada Dewan Keamanan PBB dalam bentuk hak veto.

Begitu juga pada awal tahun 2009, PBB “membisu” dengan kejahatan perang (terorisme yang sesungguhnya) yang dilakukan Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza, semua karena adanya hak veto.

Di zaman Pemerintah Soekarno, Indonesia pernah keluar dari PBB di tahun 1965 karena PBB telah menjadi boneka Imperaliasme dan neo-kolonialisme Amerika dan sekutunya. Ini terjadi setelah Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap DK PBB.

Jauh sebelumnya, pada 30 September 1960, Bung Karno menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Umum PBB yang mendapat gemuruh tepuk tangan dan semangat yang berkobar-kobar. Pidato yang berlangsung hampir 1 jam, berjudul “To Build the World A New” – Membangun Kembali Dunia Yang Baru.

Presiden Soekarno mampu melihat PBB yang saat ini dan akan datang hanya menjadi boneka. Banyak negara anggota hanya diam dan pasrah. Oleh karena itu, Soekarno mengajak semua elemen anggota PBB agar sigap melihat realita ini.

Berikut salah satu cuplikan pidatonya di SU PBB, 30 September 1960.
“…..Saya katakan pada Tuan-tuan: Janganlah bertindak sebagai alat yang tak tahu apa-apa dari imperialisme. Janganlah bertindak sebagai tangan kanan yang buta dari kolonialisme. Jika tuan bertindak demikian, maka tuan pasti akan membunuh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, dan dengan begitu tuan akan membunuh harapan dari berjuta-juta manusia, yang tiada terhitung itu dan mungkin tuan akan menyebabkan hari depan mati dalam kandungan…..”

Kesimpulan pidatonya, Bung Karno menyatakan bahwa setelah KAA 1955 di Bandung, negara-negara dunia di Asia Afrika telah muncul menjadi kekuatan baru dunia ketiga. Karena itu, harus ada reformasi pada tubuh PBB. Hak Veto oleh 5 negara yang dapat sewenang-wenang menggunakan vetonya harus dihapus. [pemikiran Soekarno terlalu jauh ke depan...tidak ada Presiden yang begitu revolusioner] Dan hal yang menarik, Soekarno menyarankan Markas PBB harus dipindahkan dari New York ke negara yang tak terpengaruh oleh blok AS maupun Uni Soviet.

Apa yang Bung Karno ucapkan 4 tahun yang lalu, ia tetap konsisten. Setelah Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap DK PBB [manefestasi dari neo-kolonialsme], maka pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari PBB. Beberapa bulan kemudian dengan tragedi G30S yang berujung penggulingan Soekarno dan setelah Soekarno digulingkan oleh tentara Orba yang menjadi antek neo-liberalisme dan imperialisme, Indonesia kembali bergabung dengan PBB.

Saat ini pun para pemimpin negeri masih menjadikan kaum kuffar sebagai “teman kepercayaan” dengan taat dan santun tetap menjalankan konsep ekonomi neo-liberalisme walaupun dalam masa kampanye dikatakan sebagai konsep ekonomi jalan tengah.

Begitu juga pemimpin negeri yang mengaku muslim, tetap taat kepada “Washington consensus” . Padahal sewaktu masa kampanye, sempat berkomitmen dengan Amien Rais untuk tidak lagi memperhatikan “Washington consensus”. Namun apa daya teman kepercayaan dari Boediono maupun Sri Mulyani adalah dari IMF dan penasehat-penasehat ekonomi lainnya dari kaum kuffar.

Ironis, mereka semua pemimpin negeri ini yang mengaku muslim namun tidak memperhatikan firman Allah,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran, 119)

Pada kasus Bom Bali 12 Oktober 2002, intelijen asing dengan komprador intelijen lokal memanfaatkan ekstrimisme jihad dari sisa-sisa jaringan JI. Saat itu dua buah bom meledak di Bali. Bom pertama meledak di Paddys Café, termasuk berdaya ledak rendah (low explosive). Disusul kemudian dengan ledakan bom berkekuatansangat tinggi (high explosive) di Sari Club, Kuta.

Saat itu pemerintah Bush tengah gencar merekrut negara-negara lain, salah
satunya Indonesia, agar mau bergabung dalam perang melawan terorisme.

Khawatir akan reaksi umat Islam, pemerintah Megawati kala itu gamang merespon ajakan Bush.

Lalu terjadilah Bom Bali sehingga Megawati pun ikut berperan aktif dalam
kampanye perang melawan terorisme yang diusung Amerika. Segera terjadi berbagai penangkapan terhadap para aktivis Islam. Muncul pula persepsi di masyarakat umum bahwa orang-orang yang menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh, termasuk dalam hal politik, maka orang-orang tersebut berpotensi menjadi teroris.

Amrozi dan kawan-kawannya telah mengakui membom Paddys Café, yang berdaya ledak rendah. Namun mereka menolak sebagai pelaku yang meledakkan bom berkekuatan sangat tinggi di Sari Club. “Kami tidak memiliki kemampuan untuk membuat bom sedahsyat itu, ” ujar Imam Samudera. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), ZA Maulani menyatakan bahwa yang meledak di Sari Club adalah bom mikro nuklir. Sementara yang memiliki akses nuklir hanyalah beberapa negara tertentu, seperti Amerika dan Israel.

Joe Vialls, seorang investigator independen dari Australia, juga meyakini bom yang meledak di Sari Club adalah mikro nuklir karena ada efek cendawannya.

Dengan kejadian-kejadian tersebut membuat saya yakin dengan peringatan Allah,

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82).

Apakah kita masih saja ingin “lanjutkan” tidak memperhatikan firman Allah ?

Salam.

Zon di Jonggol
http://mutiarazuhud.wordpress.com

Sumber bacaan:

http://studislam.blogdetik.com/2009/12/10/gerakan-islam-dan-jihad-di-era-tanpa-daulah/

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/04/indonesia-ancam-keluar-dari-pbb-mungkinkah/

http://www.detiknews.com/read/2009/05/03/013039/1125278/700/andi-3-syarat-pan-sudah-dipraktekkan-demokrat

Perang teluk


LUKA AKIBAT PERANG TELUK DAN EMBARGO SANGAT DALAM DI IRAK
Posted by: chaidarabdullah on: Mei 10, 2008

In: Uncategorized Comment!
Oleh Chaidar


“Bom pertama membuat lubang di atap itu,” kata wanita setengah baya bernama Ummu Ghaida kepada orang-orang yang datang ke tempat perlindungan Ammiriyah di pinggir kota Baghdad.

Bom yang ditembakkan sekitar pukul 04:00 waktu setempat tersebut membor dan membuat lubang berdiameter tak kurang dari satu meter pada atap beton setebal dua meter.

Lima menit kemudian bom kedua menerobos lubang dan menghantam bagian dalam tempat perlindungan itu.

Lalu api pun menyala dan membakar seluruh isi ruang bangunan berukuran sekitar 100 kali 150 meter itu dan mengakibatkan peningkatan suhu sampai mencapai 4.000 derajat Celsius.

Tragedi maut tersebut terjadi tanggal 14 Februari 1991, dan bangunan yang dirancang sebagai tempat perlindungan rakyat sipil di sekitarnya itu malah menjadi ajang pembakaran manusia hidup-hidup; 1.186 orang, kebanyakan wanita dan anak-anak di bawah umur tewas terbakar tanpa ampun. Tempat perlindungan itu mampu menampung 1.200 orang untuk bertahan hidup selama satu bulan.

“Bom kedua membuat seluruh isi ruangan ini terbakar dengan suhu 4.000 derajat Celsius,” kata Ummu Ghaida.

Dari seluruh korban hanya 394 mayat yang masih dapat dikenali. Sisanya? Bayangkan saja apa jadinya dengan tubuh manusia jika dipanggang api dengan panas 4.000 derajat Celcius.

Potret-potret yang dipampang di sepanjang dinding tempat perlindungan tersebut memperlihatkan mayat-mayat dengan tubuh hangus tak berbentuk menjadi korban keganasan perang.

Ummu Ghaida adalah salah satu orangtua yang kehilangan anak mereka di tempat perlindungan itu.

Sembilan anaknya tewas dalam waktu bersamaan tanpa ia mampu berbuat apa pun untuk menolong apalagi menyelamatkan nyawa mereka.

Ia sendiri termasuk salah satu dari 14 orang yang selamat. Kejadiannya ialah dua jam sebelum serangan bom maut itu berlangsung ia keluar untuk mencuci pakaian, sementara yang lain melakukan kegiatan mereka sendiri-sendiri di luar tempat perlindungan.

Pada saat ia sedang mencuci itulah serangan bom pasukan Multinasional yang dipimpin AS membakar tubuh- tubuh penduduk sipil di tempat perlindungan tersebut.

Tempat perlindungan itu memiliki beberapa tiang beton berbentuk bulat yang tak terpeluk tangan dua laki-laki dewasa dan dinding beton setebal satu meter.

Tempat perlindungan itu memiliki dua pintu seberat lima ton dan dirancang untuk menutup secara otomatis apabila terjadi serangan bom kimia atau terjadi peningkatan suhu di luar.

Pintu tersebut akan terbuka sendiri apabila bahan kimia di luar tempat perlindungan tersebut sudah tak ada lagi atau suhu di luar sudah normal kembali.

Tragisnya, pintu itu justru menutup secara otomatis ketika bom pertama menghantam lantai tempat perlindungan, dan mengakibatkan peningkatan suhu di dalam ruangan.

Akibatnya ketika bom kedua menghantam dan membuat seluruh ruang diselubungi api, tak ada tempat berlindung bagi orang-orang yang berada di dalamnya sehingga mereka pun menemui ajal dengan tubuh hangus terbakar

Tempat perlindungan Ammiriyyah adalah salah satu dari 44 tempat perlindungan serupa yang dimiliki Baghdad dan satu-satunya yang terkena serangan bom pasukan Multinasional.

Digerogoti embargo

Tragedi 14 Februari 1991, hanya beberapa hari sebelum Perang Teluk berakhir, itu hanyalah salah satu kejadian pahit yang harus ditelan rakyat negara “Abu Nawas” tersebut.

Kini, hampir lima tahun setelah Perang Teluk berakhir mereka masih harus hidup di bawah cengkeraman embargo dagang dan ekonomi PBB.

Embargo yang membuat perekonomian negara Presiden Saddam Hussein itu porak-poranda juga menghantam sektor kesehatan di negeri tersebut.

Akibat digerogoti embargo rumah sakit yang dulu disebut-sebut memiliki fasilitas nomor satu di dunia, Saddam Central Hospital for Children, kini tak mampu membantu meringankan penderitaan para pasiennya.

Setiap hari ruang gawat darurat rumah sakit itu menerima tak kurang dari 100 pasien baru, kebanyakan menderita infeksi.

Direktur rumat sakit tersebut, DR. Nazar Al-Anbaki, menyatakan rumah sakit yang dibawahinya itu menghadapi kekurangan akut di bidang obat dan peralatan.

Rumah sakit tersebut juga harus pandai memilah dalam melaksanakan pembedahan. Pembedahan hanya dilakukan pada pasien yang berada dalam keadaan kritis.

Meskipun memiliki 25 dokter ahli dan 70 dokter umum, rumah sakit itu, kendati sebenarnya mampu, tak dapat berbuat apa-apa jika menghadapi pasiennya yang berada dalam keadaan sangat gawat, kata Anbaki.

Menurut data statistik resmi, angka kematian rata- rata di seluruh Irak saat ini tak kurang dari 100 sampai 150 anak.

Sekarang lebih baik?

Al-Anbaki mengakui rumah sakit tersebut memang menerima bantuan obat dari organisasi-organisasi kemanusiaan dunia, tapi jumlah itu tak lebih dari lima sampai 10 persen kebutuhan sebenarnya.

Akan tetapi, seorang aktivis organisasi wanita dari Tunisia, Syarifah binti Thoyyib, dalam suatu percakapan menyatakan, “Jika kamu datang tiga atau empat tahun lalu, keadaan di sini lebih parah lagi.”

Ia menambahkan, tahun 1993 ia mendatangkan 60 dokter ke Irak dan tahun berikutnya 25 dokter dari negerinya untuk membantu meringankan penderitaan rakyat yang hidup di bawah belenggu embargo badan utama organisasi dunia.

Tak kurang dari 200.000 ton obat untuk operasi baru saja didatangkannya ke Irak tapi jumlah tersebut tak lebih dari beberapa genggam debu yang dilempar ke tengah gurun.

Di sektor ekonomi rakyat Irak harus dapat menerima kenyataan betapa dinar mereka, yang sebelum Perang Teluk memiliki nilai tukar satu dinar tiga setengah dolar AS, kini hanya berharga 600 dinar untuk satu dolar AS.

Gaji pegawai pemerintah atau bank di Irak hanya sebesar tiga sampai empat ribu dinar — jumlah yang tak cukup untuk naik taksi selama satu pekan dari rumah mereka ke tempat kerja. Sebelum Perang Teluk jumlah itu dapat membuat mereka hidup lebih dari kecukupan.

Sementara itu PBB belum memperlihatkan tanda akan memperlunak atau mencabut embargo yang telah bertahun- tahun menggerogoti bukan hanya pemerintah tapi juga rakyat sipil Irak — yang sama sekali tak terlibat pertikaian dengan kelompok Multinasional yang mengeroyok Baghdad dalam Perang Teluk.

http://chaidarabdullah.wordpress.com/2008/05/10/luka-akibat-perang-teluk-dan-embargo-sangat-dalam-di-irak/

Perang Teluk I




Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Pesawat tempur AS melintasi kilang minyak yang terbakar.
Tanggal 2 Agustus 1990 – 28 Februari 1991
Lokasi Teluk Persia
Hasil Kemenangan mutlak koalisi,
pembebasan Kuwait.
Casus belli Invasi Irak ke Kuwait.

Pihak yang terlibat

Koalisi PBB
Irak
Komandan
Norman Schwarzkopf Saddam Hussein
Kekuatan
660.000 360.000
Jumlah korban
378 tewas,
1.000 terluka 25.000 tewas,
75.000 terluka
[sembunyikan]l • b • s
Perang mutakhir di Teluk Persia

Perang Iran-Irak – Perang Teluk I – Perang Irak

Perang Teluk Persia I atau Gulf War disebabkan atas Invasi Irak atas Kuwait 2 Agustus 1990 dengan strategi gerak cepat yang langsung menguasai Kuwait. Emir Kuwait Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah segera meninggalkan negaranya dan Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak dengan nama Saddamiyat Al-Mitla` pada tanggal 28 Agustus 1990, sekalipun Kuwait membalasnya dengan serangan udara kecil terhadap posisi posisi Irak pada tanggal 3 Agustus 1991 dari pangkalan yang dirahasiakan.

[sunting] Latar belakang
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.

Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.

Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat), serta beberapa negara di kawasan Asia. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.

Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan serangan udara atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.

Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Sovyet rakitan Irak, serta melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Sovyet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.

Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Teluk_I

Senin, 08 November 2010

PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN



PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMBANGUNAN
Oleh Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

I. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan. Dalam karyanya, Schramm (1964) merumuskan tugas pokok komunikasi dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu :

1. menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional.
2. memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang membuat keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
3. mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak orang dewasa, hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.




Media massa menurut Schramm secara sendirian atau bersama lembaga lain dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai pemberi informasi. Tanpa media massa sangatlah sulit untuk menyampaikan informasi secara cepat dan tepat waktu seperti yang diharapkan oleh suatu negara yang sedang membangun.
2. Pembuatan Keputusan. Dalam hal ini media massa berperan sebagai penunjang karena fungsi ini menuntut adanya kelompok-kelompok diskusi yang akan membuat keputusan, dan media massa menyampaikan bahan untuk didiskusikan serta memperjelas masalah yang sedang diperbincangkan.
3. Sebagai Pendidik. Sebagian dapat dilaksanakan sendiri oleh media massa, sedangkan bagian yang lainnya dikombinasikan dengan komunikasi antarpribadi. Misalkan program-program pendidikan luar sekolah, atau siaran pendidikan.

Peran lain bagia media massa menurut Schramm, antara lain :

1. Meluaskan wawasan masyarakat
2. Memfokuskan perhatian masyarakat kepada pembangunan
3. Meningkatkan aspirasi
4. Membantu mengubah sikap dan praktek yang dianut
5. Memberi masukan untuk saluran komunikasi antar pribadi
6. Memberi status.
7. Memperlebar dialog kebijakan
8. Menegakkan norma-norma soaial
9. Membantu membentuk selera
10. Mempengaruhi nilai-nilai yang kurang teguh dianut dan menyalurkan sikap yang lebih kuat.



Gambaran pemikiran Schramm mengenai peranan komunikasi dalam pembangunan sebagai berikut :
 Untuk meningkatkan kehidupan masyarakat perlu pembangunan
 Pembangunan memerlukan keaktifan masyarakat
 Supaya Masyarakat berpartisipasi
 Pembangunan di informasikan
 Perlu Sarana Informasi
 Perlu pembangunan komunikasi
Hedebro (1979) mendaftar 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, antara lain:
1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk perilku yang menunjang modernisasi.
2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga ke keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis yang ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.
8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka yang beroleh informasi, akan menjadi orang yang berarti, dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki informasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai seuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik.
11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpetuating).

II. PARTISIPASI DAN KOMUNIKASI
A. Partisipasi Masyarakat

Proses pembangunan saat ini harus berakar dari bawah (grassroots), memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia dan masyarakat. Dengan kata lain pembangunan harus menganut paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dengan demikian, perlu adanya partisipasi secara aktif, penuh inisiatif dan inovatif dari masyarakat itu sendiri. Sehingga partisipasi masyarakat dalam konteks ini mengandung makna untuk meneggakan demokrasi local yang selama ini “terpendam” yang sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat. Sedangkan proses pemberdayaan masyarakat harus mengandung makna yang dinamis untuk mengembangkan diri dalam mencapai kemajuan.

http://rahmasyilla.wordpress.com http://rahmasyilla.wordpress.com 5

Selasa, 02 November 2010

SINGAPURA BASIS ISRAEL ASIA TENGGARA 1


SINGAPURA BASIS ISRAEL ASIA TENGGARA

1. Pu Luo Chung Semenanjung Malaya
Catatan pertama tentang singapura merujuk pada sebuah nota perdagangan dari seorang pedagang cina di abad ke-3 masehi yang menyebutnya sebagai “Pu Luo Chung” yang oleh sebagian sejarawan dianggap menyerupai ejaan Melayu yang menyebutnya Pulau Ujong yang berarti pulau yang terletak di ujung Semenanjung Malaya.
Sedangkan penyebutan singapura pertama kali oleh pangeran Sri Tri Buanan dari kerajaan Sriwijaya yang berarti “kota singa”. Sedangkan pembukaan pulau ini sebagai sebuah pos perdagangan yang pada saat itu di sebut pulau Tumasik adalah oleh Sir Thomas Stanford Raffles yang bertujuan untuk menyaingi hegemoni monopoli perdagangan oleh belanda.
Demikianlah sejarah singapura yang kemudian terus berkembang menjadi kota pelabuhan di bawah koloni Inggris, kemudian di taklukkan Jepang. Kemudian ketika Jepang kalah perang Singapuara berada di bawah kekuasaan Inggris hingga kemudian berdiri sendiri dibawah pemerintahan Perdana mentri Lee Kuan Yew.
Dibawah pemerintahan Lee Kuan Yew inilah Singapura mulai menjalin hubungan dengan Israel karena dianggap banyak persamaan dengan Israel. Kemudian Israel membantu mengembangkan system pertahanan militer dan jaringan intelejen Singapura seperti yang dimiliki oleh Israel. Pemerintahan Lee juga menarik investor untuk menanamkan investasinya dengan syarat yang mudah sehingga perekonomian Singapura berkembang dengan pesat. Pemerintahan Lee kemudian diteruskan oleh Goh Cok Tong yang membawa Singapura mampu menghindari krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997.
Sekarang, Singapura telah menjelma menjadi salah satu dari segelintir Negara kaya di dunia. Pendapatan perkapitanya menyamai Negara-negara kaya di Eropa. Pelabuhannya menjadi pelabuhan tersibuk di dunia. Bahkan Negara ini dikenal sebagai salah satu kota terbersih di dunia. Tapi dibawah pemerintahan Lee demokrasi tidak berkembang, pemerintahannya adalah pemerintahan tangan besi. Semua kebaikan Singapura dalam kehidupan ekonomi juga hanya berlaku ke dalam. Sedangkan keluar, terhadap Negara tetangganya ulah Singapura sungguh menyebalkan. Misalnya dengan Indonesia, Singapura merupakan tempat bersembunyi para konglemerat koruptor dari Indonesia, juga singapura melegalkan penyelundupan dari Indonesia.
2. Orang Yahudi di Singapura
Yahudi Sephardim yang berasal dari tanah Persia seperti Irak dan Iran, juga India diyakini masuk ke Singapura bersamaan dengan ekspedisi Raffles yang dibiayai Lord Hasting, penguasa kartel Inggris di koloni India Timur pada tahun 1819. Setelah Raffles mendapat ijin membuka pos perdagangan di pelabuhan di Singapura, sejumlah pedagang Yahudi meninggalkan Irak dan pergi ke Singapura.
Populasi Yahudi ini kemudian berkembang apalagi di tambah berimigrasinya Yahudi Ashkenazim yang berasal dari daratan Eropa (Inggris, Belanda, Jerman, Rusia dan Cina). Mereka membangun tempat peribadatan sendiri atau Synagog bahkan keluarga Yahudi yang sangat kaya di Asia mendirikan sebuah rumah besar yang dipergunakan sebagai Jewish Community Center.
Pada saat Jepang menguasai Singapuara, orang Yahudi mendapat perlakuan yang kurang baik sehingga banyak dari mereka yang melarikan diri ke Australia, Inggris, Amerika Serikat dan Israel. Tapi setelah perang usai banyak mereka yang kembali dan berbaur dengan aktivitas masyarakat Singapura. Mulai pengrajin kecil hingga pengusaha. Komunitas Yahudi ini kemudian berkembang dengan sangat cepat bahkan David Saul Marshall, tokoh yahudi di Singapura ini berhasil menjadi perdana menteri pertama di sana.
Dewasa ini, Singapura dihuni 80 persen etnis cina, 15 persen Melayu, 5 persen India. Populasi orang Yahudi sendiri menurut sumber Yahudi sendiri sekitar 300 orang. Mereka hidup bebas karena masyarakat Singapura sangat terbuka dan tidak menunjukkan sikap anti semit.
Ketika pemerintahan Lee meminta bantuan Israel dalam membangun bidang pertahanan keamanan dan ekonomi, ini disambut dengan hangat oleh Tel Aviv karena beberapa keuntungan.
Pertama, Israel bisa memantau langsung Negara-negara muslim besar di dunia seperti Malaysia dan Indonesia.
Kedua, Israel membangun basic camp militer dan intelejen di selat Malaka yang sejak dulu merupakan jaluar strategis dan teramai didunia.
Ketiga, Singapura memberiakan keuntungan ekonomi bagi Israel dari hasil timbal balik bantuan militernya..
3. Basis Israel di Asia Tenggara
Landasan Singapura meminta bantuan Israel dalam bidan pertahan dan intelejennya, didasari berbagai persamaan diantaranya:
Pertama, dalam hal agama Israel merupakan penganut agama Yahudi yang dikelilingi oleh komunitas bangsa yang beragama islam. Sedangkan Singapura mayoritas Kristen protestan yang dikelilingi Negara dengan penduduk mayoritas muslim.
Kedua, dalam hal etnis Israel adalah bangsa Yahudi di tengah etnis arab. Sedangkan Singapura mayoritas cina yang dikelilingi oleh etnis melayu.
Ketiga, wilayahnya sama-sama kecil dikelilingi oleh Negara yang memiliki wilayah luas.
Kerjasama militer Singapura dan Israel ini terus berlanjut, bahkan pada tahun 2002 Singapura berhasil meluncurkan satelit pengintai yang dibangun dengan dana dari Singapura, tetapi tekhnologinya dari Israel yang dinamai satelit OFEQ-5. Jadi, Singapura diuntungkan dengan bantuan dibidang teknologi dan pertahanan sedangkan Israel sendiri diuntungkan dengan besarnya investasi Singapura ke Israel. Sehingga sekarang Singapura merupakan Negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang paling siap untuk mengadopsi apa yang disebut Revolution in Military affairs (RMA), yang mendasarkan system pertahanan pada teknologi digital di bidang informasi, revolusi telekomunikasi, teknologi siluman (Stealth Technologies) dan Precision-guided munitions.
Kerjasama Singapura-Israel ini menjadikan Singapura sebagai gerbang pasar bebes bagi Israel dalam memasuki pasar Asia Tenggara dan pusat bagi inovasi dan pengembangan Israel di berbagai bidang. Jadi, dari ribuan korban keganasan Israel di Palestina, Singapura merupakan salah satu Negara penyokong ekonominya.
4. Moncong Meriam di jidat Indonesia
Di Singapura sulit membedakan antara tentara sipil dan militer. Ini karena mereka menganut wajib Militer bagi warganya yang berusia 18 tahun. Bila seorang pemuda berusia 18 tahun, ia dididik kemudian diharuskan menunaikan tugasnya selama dua tahun bagi Negara. Dengan anggaran militer yang sangat besar, yaitu lima kali lebih besar dari anggaran militer Indonesia, menjadikan Singapura tidak rasional bila dibandingkan dengan besarnya wilayah yang harus di pertahankan. Ini menimbulkan kekhawatiran bagi Indonesia dan Malaysia, bahkan mencap Singapura sesungguhnya memiliki nafsu imperialisme di dalam dirinya.
Singapura di duga juga turut berperan dalam kejatuhan Suharto dan Habibie, serta turut membuat berita kosong tentang pemerkosaan terhadap etnis tertentu yang terjadi pada kerusuhan Mei 2008. Singapura juga merupakan tempat penyelundupan pasir laut, serta aneka komoditas Indonesia baik hasil alam berupa hasil perkebunan maupun hasil lautnya. Singapura juga awalnya tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, perjanjian ekstradisi selalu di tunda-tunda dengan alasan kedua Negara menganut system hukum yang berbeda. Sebagian besar saham perusahaan telekomunikasi Indonesia juga telah jatuh ke tangan Singapura, sehingga tidak ada lagi ruang privat bernama keamanan nasional Indonesia.
Lengsernya presiden Suharto, menurut sebuah sumber bukanlah karena tekanan mahasiswa akan tetapi di sebabkan oleh tekanan Menteri Luar negeri Amerika yang merupakan salah satu tokoh Yahudi disana.
5. Perjanjian Ekstradisi babak baru sebuah hubungan
Menurut UU no 1 tahun 1979, perjanjian ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu Negara kepada Negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana, karena melakukan suatu kejahatan si luar wilayah Negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah Negara yang membawa penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili atau memidananya.
Proses perjanjian ektradisi dengan Singapura telah di mulai Indonesia sejak tahun 1970-an, akan tetapi Singapura bersikap ogah-ogahan karena menurut mereka hal itu tidak ada untungnya buat mereka. Baru pada tahun 2005 diadakan pertemuan yang membicarakan kembali perjanjian ektradisi tersebut, banyak kalangan menganggap perjanjian ektradisi ini merupakan babak baru dalam hubungan bilateral antara kedua Negara.